Beberapa waktu yang lalu, Kakak saya update status di WhatsApp menunjukkan pemandangan sapi-sapi yang lagi merumput. Kemudian langsung saya balas dengan mengutarakan keinginan untuk pergi ke sana juga suatu saat. Yang membuat saya tertarik adalah hamparan rumput yang sangat hijau dengan sapi-sapi bertebaran di sana. Walaupun di pelataran rumah juga ada hamparan rumput yang enak digunakan buat lari-larian bersama kucing, tapi saya tetap terpukau dengan pemandangan seperti itu. Kakak lalu membalas dengan ajakan ke sana suatu hari nanti. Tapi, karena sapi-sapi itu hanya dibiarkan merumput pada pagi hari, memerlukan waktu yang betul-betul senggang agar saya bisa menginap di rumah kakak dan paginya bisa pergi melihat sapi-sapi itu.
Semakin bertambah
umur, saya mulai merasa ada ikatan batin yang kuat antara saya dengan hewan.
Tidak jarang juga saya berpikiran bahwa mungkin saja saya adalah spesies mereka. Setiap kali menonton film yang melibatkan hewan sebagai tokohnya, entah mengapa saya selalu menangis sampai pusing, ketika bertemu kucing jalanan saya selalu
iba, padahal kondisi mereka terlihat sangat baik dan tidak perlu dirisaukan.
Setiap melihat hewan-hewan ternak di dalam kandang, saya juga iba. Apakah mereka
betah di sana? Apakah tinggal di kandang adalah sesuatu yang mereka inginkan?
Walaupun saya belum pernah menonton sirkus—khususnya sirkus yang melibatkan
hewan— secara langsung, saya tidak pernah tidak memikirkan perasaan hewan-hewan
yang bekerja di sana. Apakah mereka diperlakukan dengan baik oleh pihak
pengelola sirkus? Apakah mereka mendapat makanan dan tempat tinggal yang layak?
Apakah mereka bahagia? Inginkah mereka hidup di alam bebas?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mengalir deras di kepala hingga rasanya
tidak dapat dibendung lagi.
Di masa depan saya ingin sekali menjadi vegan. Tidak makan daging dan segala turunan produk
hewani. Alasan terbesar sudah pasti karena tidak ingin menyakiti mereka. Saya berfikir bahwa hewan pun memiliki perasaan dan bisa merasakan sakit. Seorang
teman pernah menentang alasan ini karena sebagai muslim, di dalam Al Qur’an
disebutkan tidak apa-apa untuk manusia memakan hewan ternak dan laut. Dikatakan
juga bahwa hewan-hewan ini tidak akan merasakan sakit bahkan senang jika
manusia mau mengonsumsi mereka dengan cara yang baik. Saya pernah mendengar
penjelasan ini sebelumnya dari seorang guru mengaji beberapa tahun yang lalu. dan saya rasa saya mengerti tentang hal itu. Tetapi, bukan hanya itu alasan saya ingin
menjadi vegan. Iba terhadap hewan merupakan salah satunya, alasan selanjutnya
yaitu karena dampaknya terhadap lingkungan.
Sapi, hewan
gendut ini merupakan penghasil gas metana terbesar di bumi. Sebuah peternakan
sapi membutuhkan setidaknya 100 galon air setiap harinnya, itu setara dengan
kebutuhan air sebuah kota. Apakah air akan berkurang? Bukannya air merupakan
sumber daya yang tidak akan pernah ada habisnya? Kita yang tinggal di daerah
tropis seperti ini rasanya kurang bisa merasakan kekurangan air yang parahnya
dapat menimbulkan kekeringan. Walaupun kita tinggal di negara maritim yang
sebagian besar daerahnya merupakan air juga tidak dapat menjamin kita tidak
akan pernah mengalami kekeringan. Air yang dikonsumsi manusia merupakan air
tanah yang tawar rasanya. Manusia juga tidak mungkin mengonsumsi air laut
secara besar-besaran karena air laut mengandung kadar garam yang tinggi. Sampai saat
ini belum benar benar ada pemanfaatan air laut yang dapat dikonsumsi. Semakin banyak peternakan sapi yang ada, semakin banyak air yang dibutuhkan, dan semakin dekat kita pada kekeringan.
Hewan selanjutnya
adalah ikan. Apakah kita pernah memikirkan bagaimana proses ikan-ikan konsumsi
sampai pada meja makan? Tentunya hal tersebut melewati proses yang cukup
panjang. Salah satu prosesnya adalah proses awal penangkapan ikan. Untuk satu
potong ikan salmon segar keoren-orenan yang biasanya dipajang di supermarket itu kita
sebenarnya mengorbankan begitu banyak nyawa ikan-ikan di laut. Penangkapan ikan
besar-besaran biasanya membutuhkan peralatan yang besar pula. Seperti contohnya
adalah pukat, satu tarikan pukat yang dilempar ke laut dapat meratakan laut
seluas lapangan sepak bola, sampai ke dasarnya. Terumbu karang, ikan-ikan kecil
yang bersembunyi dibalik koral, hingga ikan yang sebenarnya tidak diinginkan
untuk ditangkap pun akhirnya terserok juga. Awalnya target ditujukan ke
ikan-ikan tuna montok, akhirnya ikan-ikan lain dan terumbu karang yang tidak
tahu-menahu pun juga terbasmi.
Saya tidak tahu benar apa poinnya menuliskan semua ini. Tentang keinginan menjadi vegan sebenarnya saya juga tidak yakin. Hanya saja, ketika menuliskan semua ini saya ada di bawah pengaruh film dokumenter Seaspiracy yang baru saja saya tonton. Film yang sangat impactful, sampai pemikiran saya jadi begini.
Comments
Post a Comment